Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Pejabat

Saat ini, demokrasi telah berkembang di hampir seluruh dunia. Anggapan bahwa demokrasi hanya sebuah benda antik khas barat yang tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dinegara lain, tidak menemukan pembenarannya. Kemudian, kenapa demokrasi mampu menjadi sebuah sistem yang begitu menarik untuk dikaji dan terus dikembangkan.

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Sering kita menjumpai para pejabat menggembor-gemborkan masalah demokrasi. Apalagi saat pemilu. Jurus andalan mereka pun keluar, iklan-iklan tentang janji mewujudkan demokrasi berkumandang dimana-mana.

“Mari kita ciptakan masyarakat yang demokrasi”

“Mari kita tegakkan sistem pemerintahan yang demokrasi dan transparan”

Yaah… begitulah kata mutiara yang keluar dari bibir mereka. Tak ubahnya seperti salesman yang mempromosikan sebuah produk kepada konsumen. Sangat pandai bersilat lidah. Alhasil… setelah pemilu usai, nyatanya janji-janji itu hanyalah isapan jempol belaka. Inilah yang menimbulkan anggapan-anggapan dari masyarakat, mulai dari adanya politik uang, pemilih ganda, pengerusakan surat suara, hingga manipulasi hasil suara.

Rupanya masyarakat sudah cukup kenyang oleh cekokan-cekokan semacam itu. Dan bukan tidak mungkin ini akan berakibat buruk bagi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Akibatnya muncul golput dimana-mana dan hasil pemilu yang tidak valid. Mungkin jika Indonesia menjadi Negara yang maju, rakyat tidak lagi percaya dan menuruti janji manis pemerintah. Tapi maksud hati ingin memeluk gunung, apalah daya tangan tak sampai. Masyarakat hanya bisa mengemis dan menangis dibawah sayap kekuasaan pemerintah.

Itulah yang menyebabkan impian Indonesia untuk mewujudkan Negara yang demokrasi masih sangat jauh di mata. Apalagi jika dilihat berdasarkan survey dari Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di tahun lalu, Indonesia hanya mencapai skor indeks 4,99 dari skala 0 sampai 10. Ini berarti wajah demokrasi di tanah air masih bopeng meskipun reformasi sudah berlangsung 13 tahun.

Setidaknya ada beberapa faktor penyebab lemahnya indeks demokrasi Indonesia. Pertama, fase kekerasan menguat dua tahun terakhir ini; konflik tanah, antar kelompok, serta tawuran pelajar. Kedua, kecenderungan lahirnya peraturan lokal, misalnya peraturan daerah bertentangan dengan hak asasi manusia. Misalnya kewajiban bisa membaca Alquran lulus sekolah dan ketika menikah serta peraturan gubernur tentang pelarangan Ahmadiyah.

Sebenarnya yang menjadi penghambat demokrasi bukan hanya ketidak tepatan para pemimpin-pemimpin itu dalam memenuhi janjinya terhadap rakyat. Korupsi pun bisa menjadi penghambat demokrasi. Ini bisa kita rasakan bahwa gerakan pemberantasan korupsi sudah tidak lagi dilaksanakan seperti apa adanya.

Melihat fakta semacam itu rasanya begitu ruwet ya? Namun keruwetan ini tidak perlu kita sesali. Karena ini merupakan bagian dari proses. Justru yang perlu kita takuti jika keruwetan itu tidak muncul, dan digantikan dengan keadaan yang ototarian atau kenyataannya demokrasi tidak berjalan.

Dalam situasi begini perbaikan dalam kehidupan demokrasi sangat tergantung dari perubahan sikap kepemimpinan nasional. Kita berkepentingan adanya kepemimpinan nasional yang mampu menjalankan manajemen nasional yang baik, sehingga kondisi obyektif dalam masyarakat dapat menjadi landasan perbaikan demokrasi.

Tentunya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut bisa dilakukan dengan membuat sistem pengawasan yang bekerja secara optimal. Nah… pertanyaannya, bagaimana membuat sistem pengawasan bekerja optimal? itulah yang harus menjadi perhatian. Bukan tidak mungkin, tim pengawas “main mata” dengan pelaku pelanggaran. Jika hal tersebut terjadi, peraturan sebaik apa pun tetap tidak akan pernah cukup, benar bukan..?

Kunci utama untuk mengurangi hambatan bagi demokrasi adalah perbaikan pendidikan umum baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Dengan pendidikan yang baik, diharapkan masyarakat Indonesia berpandangan luas dan menyadari pentingnya disiplin. Dengan begitu hukum bisa berjalan dan Indonesia menjadi negara hukum. Orang akan mampu menghargai kebebasan berpendapat bagi semua pihak serta menyadari pluralitas sebagai kenyataan dalam kehidupan bangsa dan umat manusia.

0 Response to "Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Pejabat "

/*! SCRIPT IKLAN */ /*! SCRIPT IKLAN */